by Suara Al-Fakir on Friday, 7 January 2011 at 20:54
Buraq (bahasa Arab: البراق , Al-Burāq; "cahaya atau kilat") adalah sesosok makhluk tunggangan ajaib, yang membawa Nabi Muhamad SAW ketika peristiwa Isra Mi'raj.
Makhluk ini diciptakan Allah terbuat dari cahaya. Dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah "Buraq" yang diartikan sebagai "Binatang kendaraan Nabi Muhammad SAW", dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum, "Buraq" itu berarti burung cendrawasih, yang oleh kamus diartikan dengan burung dari surga (bird of paradise). Sebenarnya "Buraq" itu adalah istilah yang dipakai dalam Al-Qur'an dengan arti "kilat" termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya "Barqu".
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Annas, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Buraq itu adalah "Dabbah", yang menurut penafsiran bahasa Arab adalah suatu makhluk hidup berjasad, bisa laki-laki bisa perempuan, berakal dan juga tidak berakal. Kalau dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah "Buraq" yang diartikan sebagai "Binatang Kendaraan Nabi Muhammad SAW", dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum "Buraq" itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung dari surga (bird of paradise).
Sebenarnya "Buraq" itu adalah istilah yang dipakai dalam Al-Qur'an dengan arti "kilat" termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya "Barqu".
Buraq mempunyai dua sayap yang digunakan untuk terbang di antara langit dan bumi, wajahnya seperti wajah manusia, lisannya seperti lisan orang arab, kedua alisnya lebar, kedua tanduknya besar, kedua telinganya tipis diciptakan dari zabarjud hijau, kedua matanya hitam bagaikan bintang yang bersinar, ubun-ubunnya dari yaqut merah, dan ekornya seperti ekor sapi yang dilapisi dengan emas merah.
Dikatakan bahwa keelokan/ kecantikannya bagaikan burung merak, Di atas khimar dan di bawah keledai, dinamakan Buraq karena larinya dan kecepatannya bagaikan Barqi (kilat).
Ketika Buraq mendekati Nabi SAW agar menungganginya, dia merasa bimbang. Jibril pun berkata: "Demi Tuhanku, tidak menunggangimu selain Nabi dari bangsa Hasyimi Al-Abthahi Al-Quraisyi yaitu Nabi Muhammad bin Abdullah yang memiliki Al-Qur’an." Nabi Muhammad SAW berkata: "Saya Muhammad bin Abdullah." Maka naiklah Nabi Muhammad SAW dan pergilah mereka menuju surga. Setelah sampai di surga Nabi menjatuhkan diri dan bersujud, maka terdengarlah suara yang berseru: "Angkatlah kepalamu hai Muhammad, hari ini tidak ada ruku' dan sujud, sebaliknya hari ini adalah hisab dan pembalasan, angkatlah kepalamu hai Muhammad dan mintalah kamu, niscaya kamu akan Aku penuhi." Muhammad berkata: "Tuhanku, apa yang Engkau janjikan padaku tentang umatku?" Allah berfirman: "Aku akan memberimu sesuatu yang engkau ridhai." Sebagaimana firman-Nya: "Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.” (QS. Adh-Dhuha: 5).
PENDAPAT PARA AHLI
Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 kilometer perdetik. Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar dalam waktu 8 menit.
Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya di luar sistem galaksi bimasakti kita, di mana jarak dari satu galaksi menuju ke galaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua galaksi yang ada di ruang angkasa.
Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa Buraq tersebut dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang ke angkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet di mana udara ditunda ke belakang untuk gerak maju ke muka atau ditekan ke bawah untuk melambung ke atas.
Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal Buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara di mana sayap tak berguna malah menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi. Sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang sangat jauh, sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities yang berlayangan di angkasa bebas.
Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW bukanlah melakukan perjalanan Mi'rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.
Penggantian istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi Buraq jelas mengandung pengertian yang berbeda, di mana jika Barqu itu adalah kilat, maka Buraq saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai sifat dan kecepatannya di atas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi gerakan sinar.
Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal di bumi, jarak yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa saat saja. Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyar tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya. Dengan kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada di balik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.
Untuk mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum terjangkau oleh manusia.
Dalam Al-Qur'an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan:
- “Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’aarij: 4)
Namun bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang cukup besar antara waktu kita yang tetap di bumi dengan waktu malaikat yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika yang menyebutkan "Time for a person on earth and time for a person in hight speed rocket are not the same", waktu bagi seseorang yang berada di bumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang berkecepatan tinggi.
Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat di atas dinyatakan dengan angka satu hari Malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi. Perbedaan ini tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, di mana satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.
Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu di bumi sehari Malaikat = 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai 'Arsy Ilahi, 10 Milyar tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat. Namun Malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi'raj Nabi Muhammad SAW itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi/maksimum 12 Jam, atau = 1/100.000 tahun Jibril.
Kejadian ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut pengetahuan peradaban manusia saat ini. Tetapi para ilmuwan mempunyai pandangan lain. Suatu contoh apa yang dikemukakan oleh Garnow dalam bukunya Physies Foundations and Frontier antara lain disebutkan bahwa jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan kecepatan tetap/cahaya/menuju ke pusat sistem galaksi Bima Sakti, ia akan kembali setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender bumi. Tetapi menurut si pengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu hanya menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih dari 1.000 kalinya.
Contoh lain yang cukup populer, yaitu paradoks anak kembar, ialah seorang pilot kapal ruang angkasa yang mempunyai saudara kembar di bumi. Dia berangkat umpamanya pada usia 0 tahun menuju sebuah bintang yang jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun cahaya. Setelah 50 tahun kemudian si pilot tadi kembali ke bumi ternyata bahwa saudaranya yang tetap di bumi berusia 49 tahun lebih tua, sedangkan si pilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang seharusnya menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi dirasakan oleh pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.
Dari contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi di atas yang menyamai kecepatan cahaya.
Kembali pada peristiwa Mi'raj Rasulullah, bahwa jarak yang ditempuh oleh Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq menurut ukuran di bumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul Muntaha pulang pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi (semalam) atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik dirasakan oleh Jibril bersama Nabi Muhammad SAW (bandingkan dengan radius sebuah elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang gelombang sinar gamma.
Nah, Barqah yang disebut dalam Qur'an yang melingkupi diri Nabi Muhammad SAW adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga selama dalam perjalanan di ruang angkasa, termasuk pencukupan udara bagi pernafasan Rasulullah SAW selama itu dan lain sebagainya.
Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama Buraq ini sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa yang memiliki kecepatan di atas kecepatan sinar dan kecepatan UFO? Ataukah dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah SAW sehingga dapat terbang di ruang angkasa dengan selamat dan sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman?
Sebagai suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad Rasulullah sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam dalam hal perjalanan dimensi. Sekaligus di dalamnya tersedia cukup udara untuk pernafasan Nabi Muhammad SAW dan penuh dengan monitor-monitor yang memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun juga monitor-monitor yang bersifat "Futuristik" , yaitu monitor yang memberikan gambaran kepada Rasulullah mengenai keadaan umatnya sepeninggal beliau nantinya.
Bukankah ada banyak juga hadits shahih yang mengatakan bahwa selama perjalanan menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad SAW telah diperlihatkan pemandangan- pemandangan yang luar biasa? Apakah aneh bagi Anda jika Nabi Muhammad SAW telah diperlihatkan oleh Allah (melalui monitor-monitor futuristik tersebut) terhadap apa-apa yang akan terjadi di kemudian hari? Apakah Anda akan mengingkari bahwa jauh setelah sepeninggal Rasul ada banyak sekali manusia yang mampu meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?
Dalam dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR) yaitu penampakan alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat interaktif sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak mungkin Rasulullah telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk mempresentasikan kepada kekasih-Nya itu surga dan neraka yang dijanjikan-Nya?
Anda pasti pernah mendengar sebutan "Paranormal" bukan? Jika anda mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk mempercayai bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah SAW, hanya saja bedanya bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah SWT yang sudah pasti kebenarannya tanpa bercampur dengan hal-hal yang batil. Hal ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya ramalan-ramalan Nabi terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan tanpa sedikitpun meleset? Dari mana Rasulullah dapat melakukannya jika tidak diperlihatkan oleh Allah sebelumnya?
- “Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah: 269)
Di dalam Hadits disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW berangkat ke Muntaha dengan ditemani oleh Malaikat Jibril yang di dalam Al-Qur'an surah An-Najm: 6 dikatakan memiliki akal yang cerdas. Dan dalam perjalanan itu Nabi SAW diberikan kendaraan bernama Buraq yang kecepatannya melebihi kecepatan sinar. Selanjutnya selama perjalanan, Nabi SAW banyak bertanya kepada Malaikat Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya, ini menunjukkan bahwa Nabi SAW dan Jibril berada dalam jarak yang berdekatan. Tidak mungkinkah Jibril ini yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke Muntaha? Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Nabi Muhammad sebagai penumpang?
Bukankah Nabi Muhammad SAW sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan ruang angkasa? Sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali melakukannya di dalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah? Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah tujuannya berikut tata cara pengemudian Buraq ini, apalagi ditambah dengan banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan oleh Allah kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya mengajukan beragam pertanyaan kepada Jibril? Namun jika kita kembalikan pada pendapat saya semula bahwa Jibril dalam hal ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.
Dalam hal ini Jibril adalah pilot terbang berpengalaman, ia juga sangat cerdas. Sementara atas diri Nabi SAW sendiri sudah diberikan oleh Allah Barqah di sekeliling beliau, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam perjalanan, seperti goyangnya pesawat, tekanan gravitasi yang hilang, udara dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa pada diri Nabi SAW yang mulia ini. Dan keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi SAW untuk mengadakan pertanyaan-pertanyaan atas visi-visi yang dilihatnya itu sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality.
Kembali pada Jibril yang senantiasa meminta izin di dalam memasuki setiap lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa mereka tidak mengenali Jibril yang berada di dalam Buraq itu, sehingga begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq sehingga nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.
Di dalam hadits juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit itu juga menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa oleh Malaikat Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad SAW. Dan dijelaskan oleh Jibril bahwa Rasulullah SAW diutus oleh Allah dan telah pula diperintahkan untuk naik ke Muntaha. (Hadits mengenai ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan dinyatakan oleh jumhur ulama dari ahlus Sunnah sebagai hadits yang shahih).
Hal ini memang berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat bahwa Nabi SAW adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan nama beliau dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh dicampuri, ditambah atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena tiada hak bagi makhluk lainnya mencampuri masalah ini. Namun justru di sinilah letak kebesaran Tuhan. Semuanya sengaja dipertunjukkan secara ilmiah kepada Nabi agar beliau dapat membuktikan sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu sebenarnya.
Seperti yang sudah dibahas di halaman artikel "Kajian Isra Mi’raj" bahwa Muntaha itu terletak di galaksi terjauh, di mana Adam dulunya diciptakan dan ditempatkan pertama kali bersama Hawa. Tetapi sejak Adam bersama istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir oleh Allah dari sana, maka penjagaan terhadap tempat tersebut diperketat sedemikian rupanya, sehingga tidak memungkinkan siapapun juga kecuali para malaikat untuk dapat memasukinya, seperti yang termuat dalam A-Qur’an surah Al-Jin ayat 8, 9 dan 10:
- “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.” (QS. Al-Jin: 8)
- “Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya)." (QS. Al-Jin: 9)
- "Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.” (QS. Al-Jin: 10)
Sesuai dengan kajian saya sebelumnya, bahwa Muntaha itu berupa bumi yang di sekitarnya juga terdapat planet-planet, maka planet-planet itulah tempat atau posisi para syaithan itu berdiam dahulunya untuk mencuri dengar berita-berita langit.
Muntaha sendiri berarti "dihentikan" atau bisa juga kita tafsirkan sebagai tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.
Sidrah berarti "Teratai" yaitu bunga yang berdaun lebar, hidup di permukaan air kolam atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah dasar air tersebut. Bilamana pasang naik, teratai akan ikut naik, dan bila pasang surut diapun akan turun, sementara uratnya tetap terhujam pada tanah dasar tempatnya bertumbuh.
Teratai yang berdaun lebar menyerupai keadaan planet yang memiliki permukaan luas, sungguh harmonis untuk tempat kehidupan makhluk hidup. Teratai berurat panjang mencapai tanah dasar di mana dia tumbuh tidak mungkin bergerak jauh, menyerupai keadaan planet yang selalu berhubungan dengan matahari dari mana dia tidak mungkin bergerak jauh dalam orbit zigzagnya dari garis ekliptik. Dan air di mana teratai berada menyerupai angkasa luas di mana semua planet yang ada mengorbit mengelilingi matahari.
Turun naik teratai di permukaan air berarti orbit planet mengelilingi matahari berbentuk oval, bujur telur, di mana ada titik Perihelion yaitu titik terdekat pada matahari yang dikitarinya. Begitu pula ada titik Aphelion, titik terjauh dari matahari. Sewaktu planet berada di Aphelionnya dia bergerak lambat. Keadaan gerak demikian membantu kestabilan orbit setiap planet yang mulanya hanya didasarkan atas kegiatan magnet yang dimilikinya saja.
Allah sendiri tidak berposisi di Muntaha, meskipun Muntaha itu merupakan planet terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam semesta sekaligus sebagai dimensi tertinggi, di mana mayoritas malaikat berada di sana sembari memuji dan bertasbih kepada Allah. Ia hanyalah sebagai suatu tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan dileburkan pula dan semua isinya, termasuk para malaikat itu akan mati kecuali siapa yang dikehendaki-Nya saja (QS. An-Naml:87), hanya Allah sajalah satu-satunya dimensi Tertinggi yang kekal dan abadi (QS. Al-Baqarah: 255).
No comments :
Post a Comment