Buraq (bahasa Arab: البراق ,
Al-Burāq; "cahaya atau kilat") adalah sesosok makhluk tunggangan ajaib, yang membawa Nabi Muhamad SAW ketika peristiwa Isra Mi'raj.
Makhluk ini diciptakan Allah terbuat dari cahaya. Dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah "
Buraq" yang diartikan sebagai "Binatang kendaraan Nabi Muhammad SAW", dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum, "
Buraq" itu berarti burung cendrawasih, yang oleh kamus diartikan dengan burung dari surga (
bird of paradise). Sebenarnya "
Buraq"
itu adalah istilah yang dipakai dalam Al-Qur'an dengan arti "kilat"
termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya
"Barqu".
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Annas, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa
Buraq itu adalah "
Dabbah",
yang menurut penafsiran bahasa Arab adalah suatu makhluk hidup
berjasad, bisa laki-laki bisa perempuan, berakal dan juga tidak berakal.
Kalau dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah "
Buraq" yang diartikan sebagai "Binatang Kendaraan Nabi Muhammad SAW", dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum "
Buraq" itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung dari surga (bird of paradise).
Sebenarnya "
Buraq"
itu adalah istilah yang dipakai dalam Al-Qur'an dengan arti "kilat"
termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya "
Barqu".
Buraq mempunyai
dua sayap yang digunakan untuk terbang di antara langit dan bumi,
wajahnya seperti wajah manusia, lisannya seperti lisan orang arab, kedua
alisnya lebar, kedua tanduknya besar, kedua telinganya tipis diciptakan
dari zabarjud hijau, kedua matanya hitam bagaikan bintang yang
bersinar, ubun-ubunnya dari yaqut merah, dan ekornya seperti ekor sapi
yang dilapisi dengan emas merah.
Dikatakan bahwa keelokan/ kecantikannya bagaikan burung merak, Di atas khimar dan di bawah keledai, dinamakan
Buraq karena larinya dan kecepatannya bagaikan
Barqi (kilat).
Ketika
Buraq
mendekati Nabi SAW agar menungganginya, dia merasa bimbang. Jibril pun
berkata: "Demi Tuhanku, tidak menunggangimu selain Nabi dari bangsa
Hasyimi Al-Abthahi Al-Quraisyi yaitu Nabi Muhammad bin Abdullah yang
memiliki Al-Qur’an." Nabi Muhammad SAW berkata: "Saya Muhammad bin
Abdullah." Maka naiklah Nabi Muhammad SAW dan pergilah mereka menuju
surga. Setelah sampai di surga Nabi menjatuhkan diri dan bersujud, maka
terdengarlah suara yang berseru: "Angkatlah kepalamu hai Muhammad, hari
ini tidak ada ruku' dan sujud, sebaliknya hari ini adalah hisab dan
pembalasan, angkatlah kepalamu hai Muhammad dan mintalah kamu, niscaya
kamu akan Aku penuhi." Muhammad berkata: "Tuhanku, apa yang Engkau
janjikan padaku tentang umatku?" Allah berfirman: "Aku akan memberimu
sesuatu yang engkau ridhai." Sebagaimana firman-Nya: "Dan kelak Tuhanmu
pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.”
(QS. Adh-Dhuha: 5).
PENDAPAT PARA AHLI
Para
sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat atau
sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 kilometer perdetik. Dengan
penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak matahari
dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar dalam waktu 8
menit.
Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu
Astronomical Unit, dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan
jarak antar benda angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa
Muntaha itu
letaknya di luar sistem galaksi bimasakti kita, di mana jarak dari satu
galaksi menuju ke galaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya.
Sedangkan
Muntaha itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua galaksi yang ada di ruang angkasa.
Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa
Buraq
tersebut dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat
terbang ke angkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya
dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet di mana udara ditunda
ke belakang untuk gerak maju ke muka atau ditekan ke bawah untuk
melambung ke atas.
Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal
Buraq itu
harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara di
mana sayap tak berguna malah menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka
binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar
dalam daerah atmosfir bumi. Sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas
dalam menempuh jarak yang sangat jauh, sementara itu harus mengelakkan
diri dari meteorities yang berlayangan di angkasa bebas.
Semua
itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW bukanlah melakukan perjalanan
Mi'rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap sebagaimana
yang diyakini oleh orang selama ini.
Penggantian istilah dari
Barqu yang berarti kilat menjadi
Buraq jelas mengandung pengertian yang berbeda, di mana jika Barqu itu adalah kilat,
maka Buraq
saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai sifat dan
kecepatannya di atas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi
gerakan sinar.
Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang
tetap tinggal di bumi, jarak yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat
dicapai hanya dalam beberapa saat saja. Untuk menerobos garis tengah
jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyar tahun cahaya melalui
galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai fosil-fosil jagad raya
dan selanjutnya menuju alam yang sulit digambarkan jauhnya oleh akal
pikiran dan panca indera manusia dengan segala macam peralatannya,
karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh para Astronomi, galaksi
yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya. Dengan kata lain mereka
para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada di balik galaksi sejauh
itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.
Untuk
mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan
kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan
cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia
sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum
terjangkau oleh manusia.
Dalam Al-Qur'an kita jumpai
betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para malaikat dan ruh-ruh
orang yang meninggal kembali kepada Tuhan:
- “Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’aarij: 4)
Ukuran
waktu dalam ayat di atas ada para ahli yang menyebut bahwa angka 50
ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan
penerbangan Malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.
Namun
bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang
cukup besar antara waktu kita yang tetap di bumi dengan waktu malaikat
yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika yang
menyebutkan "
Time for a person on earth and time for a person in hight speed rocket are not the same", waktu bagi seseorang yang berada di bumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang berkecepatan tinggi.
Perbedaan
waktu yang disebut dalam ayat di atas dinyatakan dengan angka satu hari
Malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi. Perbedaan ini tidak
ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, di mana satu
detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti
= 225 juta tahun waktu sistem solar.
Jadi bila malaikat
berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka
menurut perhitungan waktu di bumi sehari Malaikat = 50.000 tahun waktu
bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke
Muntaha
dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai 'Arsy Ilahi, 10 Milyar
tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat.
Namun Malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi'raj Nabi Muhammad
SAW itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi/maksimum 12 Jam,
atau = 1/100.000 tahun Jibril.
Kejadian ini nampaknya
begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut pengetahuan peradaban
manusia saat ini. Tetapi para ilmuwan mempunyai pandangan lain. Suatu
contoh apa yang dikemukakan oleh Garnow dalam bukunya
Physies Foundations and Frontier antara
lain disebutkan bahwa jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan
kecepatan tetap/cahaya/menuju ke pusat sistem galaksi Bima Sakti, ia
akan kembali setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender
bumi. Tetapi menurut si pengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu hanya
menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih
dari 1.000 kalinya.
Contoh lain yang cukup populer, yaitu
paradoks anak kembar, ialah seorang pilot kapal ruang angkasa yang
mempunyai saudara kembar di bumi. Dia berangkat umpamanya pada usia 0
tahun menuju sebuah bintang yang jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun
cahaya. Setelah 50 tahun kemudian si pilot tadi kembali ke bumi ternyata
bahwa saudaranya yang tetap di bumi berusia 49 tahun lebih tua,
sedangkan si pilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang
seharusnya menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi
dirasakan oleh pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.
Dari
contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi semakin
mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi di atas yang
menyamai kecepatan cahaya.
Kembali pada peristiwa Mi'raj Rasulullah, bahwa jarak yang ditempuh oleh Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan
Buraq menurut ukuran di bumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak
Sidratul Muntaha
pulang pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi
(semalam) atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun
cahaya, yaitu kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik dirasakan
oleh Jibril bersama Nabi Muhammad SAW (bandingkan dengan radius sebuah
elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang
gelombang sinar gamma.
Nah,
Barqah yang disebut
dalam Qur'an yang melingkupi diri Nabi Muhammad SAW adalah berupa
penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai bahaya yang dapat
timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga selama dalam
perjalanan di ruang angkasa, termasuk pencukupan udara bagi pernafasan
Rasulullah SAW selama itu dan lain sebagainya.
Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama
Buraq ini
sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa yang
memiliki kecepatan di atas kecepatan sinar dan kecepatan UFO? Ataukah
dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah SAW
sehingga dapat terbang di ruang angkasa dengan selamat dan sejahtera,
bebas melayang seperti seorang Superman?
Sebagai suatu
wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad Rasulullah
sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam dalam hal
perjalanan dimensi. Sekaligus di dalamnya tersedia cukup udara untuk
pernafasan Nabi Muhammad SAW dan penuh dengan monitor-monitor yang
memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun juga monitor-monitor yang
bersifat "Futuristik" , yaitu monitor yang memberikan gambaran kepada
Rasulullah mengenai keadaan umatnya sepeninggal beliau nantinya.
Bukankah ada banyak juga hadits shahih yang mengatakan bahwa selama perjalanan menuju ke
Muntaha
itu Nabi Muhammad SAW telah diperlihatkan pemandangan- pemandangan yang
luar biasa? Apakah aneh bagi Anda jika Nabi Muhammad SAW telah
diperlihatkan oleh Allah (melalui monitor-monitor futuristik tersebut)
terhadap apa-apa yang akan terjadi di kemudian hari? Apakah Anda akan
mengingkari bahwa jauh setelah sepeninggal Rasul ada banyak sekali
manusia yang mampu meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?
Dalam
dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR) yaitu penampakan alam
nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat interaktif
sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak mungkin Rasulullah
telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk mempresentasikan
kepada kekasih-Nya itu surga dan neraka yang dijanjikan-Nya?
Anda
pasti pernah mendengar sebutan "Paranormal" bukan? Jika anda
mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk mempercayai
bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah SAW, hanya saja bedanya
bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah SWT yang sudah pasti
kebenarannya tanpa bercampur dengan hal-hal yang batil. Hal ini juga
bisa kita buktikan dengan banyaknya ramalan-ramalan Nabi terhadap
keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan tanpa
sedikitpun meleset? Dari mana Rasulullah dapat melakukannya jika tidak
diperlihatkan oleh Allah sebelumnya?
- “Allah
menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur`an dan
As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah: 269)
Hikmah
dalam surah Al-Baqarah: 269 dan ayat-ayat lainnya, saya artikan sebagai
kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya.
Kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan
Rahim-Nya.
Di dalam Hadits disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW berangkat ke
Muntaha dengan
ditemani oleh Malaikat Jibril yang di dalam Al-Qur'an surah An-Najm: 6
dikatakan memiliki akal yang cerdas. Dan dalam perjalanan itu Nabi SAW
diberikan kendaraan bernama
Buraq yang kecepatannya
melebihi kecepatan sinar. Selanjutnya selama perjalanan, Nabi SAW banyak
bertanya kepada Malaikat Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh
Allah kepadanya, ini menunjukkan bahwa Nabi SAW dan Jibril berada dalam
jarak yang berdekatan. Tidak mungkinkah Jibril ini yang mengemudikan
Buraq untuk menuju ke
Muntaha? Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Nabi Muhammad sebagai penumpang?
Bukankah
Nabi Muhammad SAW sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan
ruang angkasa? Sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali
melakukannya di dalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah? Jika
dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah tujuannya
berikut tata cara pengemudian
Buraq ini, apalagi
ditambah dengan banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan
oleh Allah kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya
mengajukan beragam pertanyaan kepada Jibril? Namun jika kita kembalikan
pada pendapat saya semula bahwa Jibril dalam hal ini berlaku sebagai
pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua pertanyaan dan keraguan
yang timbul akan hilang.
Dalam hal ini Jibril adalah pilot
terbang berpengalaman, ia juga sangat cerdas. Sementara atas diri Nabi
SAW sendiri sudah diberikan oleh Allah
Barqah di sekeliling
beliau, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam perjalanan, seperti
goyangnya pesawat, tekanan gravitasi yang hilang, udara dan lain
sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa pada diri Nabi SAW yang mulia
ini. Dan keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi
SAW untuk mengadakan pertanyaan-pertanyaan atas visi-visi yang
dilihatnya itu sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality.
Kembali
pada Jibril yang senantiasa meminta izin di dalam memasuki setiap
lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa mereka
tidak mengenali Jibril yang berada di dalam
Buraq itu, sehingga begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam
Buraq sehingga nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.
Di
dalam hadits juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit itu juga
menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa oleh Malaikat
Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad SAW. Dan dijelaskan
oleh Jibril bahwa Rasulullah SAW diutus oleh Allah dan telah pula
diperintahkan untuk naik ke
Muntaha. (Hadits mengenai ini
diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan dinyatakan oleh jumhur ulama dari
ahlus Sunnah sebagai hadits yang shahih).
Hal ini memang
berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat bahwa Nabi SAW
adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan terhormat
yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan nama beliau
dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh dicampuri, ditambah
atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena tiada hak bagi makhluk
lainnya mencampuri masalah ini. Namun justru di sinilah letak kebesaran
Tuhan. Semuanya sengaja dipertunjukkan secara ilmiah kepada Nabi agar
beliau dapat membuktikan sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu
sebenarnya.
Seperti yang sudah dibahas di halaman artikel "Kajian Isra Mi’raj" bahwa
Muntaha itu
terletak di galaksi terjauh, di mana Adam dulunya diciptakan dan
ditempatkan pertama kali bersama Hawa. Tetapi sejak Adam bersama
istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir oleh Allah dari sana, maka
penjagaan terhadap tempat tersebut diperketat sedemikian rupanya,
sehingga tidak memungkinkan siapapun juga kecuali para malaikat untuk
dapat memasukinya, seperti yang termuat dalam A-Qur’an surah Al-Jin ayat
8, 9 dan 10:
- “Dan sesungguhnya kami telah mencoba
mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan
penjagaan yang kuat dan panah-panah api.” (QS. Al-Jin: 8)
- “Dan
sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu
untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang
barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan
menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya)." (QS. Al-Jin: 9)
- "Dan
sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah
keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka
menghendaki kebaikan bagi mereka.” (QS. Al-Jin: 10)
Dalam hal ini bisa diasumsikan bahwa yang disebut dengan lapisan langit pada
Muntaha itu adalah berupa planet-planet yang terdekat dengan "
bumi-muntaha".
Hal ini saya hubungkan dengan pernyataan QS. Al-Jin: 9, bahwa Jin atau
Iblis itu dapat menduduki beberapa tempat. Mampu menduduki tempat di
sana artinya mampu berdiam di tempat tersebut, dan karena tempat itu
ganda (beberapa tempat), maka jelas tempat itu bukan
Muntaha itu sendiri, namun tempat yang terdekat dari Muntaha.
Sesuai dengan kajian saya sebelumnya, bahwa
Muntaha
itu berupa bumi yang di sekitarnya juga terdapat planet-planet, maka
planet-planet itulah tempat atau posisi para syaithan itu berdiam
dahulunya untuk mencuri dengar berita-berita langit.
Muntaha sendiri
berarti "dihentikan" atau bisa juga kita tafsirkan sebagai tempat
terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi perbatasan
segala pencapaian kepada Tuhan.
Sidrah berarti
"Teratai" yaitu bunga yang berdaun lebar, hidup di permukaan air kolam
atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah dasar air tersebut. Bilamana
pasang naik, teratai akan ikut naik, dan bila pasang surut diapun akan
turun, sementara uratnya tetap terhujam pada tanah dasar tempatnya
bertumbuh.
Teratai yang berdaun lebar menyerupai keadaan
planet yang memiliki permukaan luas, sungguh harmonis untuk tempat
kehidupan makhluk hidup. Teratai berurat panjang mencapai tanah dasar di
mana dia tumbuh tidak mungkin bergerak jauh, menyerupai keadaan planet
yang selalu berhubungan dengan matahari dari mana dia tidak mungkin
bergerak jauh dalam orbit zigzagnya dari garis ekliptik. Dan air di mana
teratai berada menyerupai angkasa luas di mana semua planet yang ada
mengorbit mengelilingi matahari.
Turun naik teratai di
permukaan air berarti orbit planet mengelilingi matahari berbentuk oval,
bujur telur, di mana ada titik Perihelion yaitu titik terdekat pada
matahari yang dikitarinya. Begitu pula ada titik Aphelion, titik terjauh
dari matahari. Sewaktu planet berada di Aphelionnya dia bergerak
lambat. Keadaan gerak demikian membantu kestabilan orbit setiap planet
yang mulanya hanya didasarkan atas kegiatan magnet yang dimilikinya
saja.
Allah sendiri tidak berposisi di
Muntaha, meskipun
Muntaha
itu merupakan planet terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam
semesta sekaligus sebagai dimensi tertinggi, di mana mayoritas malaikat
berada di sana sembari memuji dan bertasbih kepada Allah. Ia hanyalah
sebagai suatu tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan
dileburkan pula dan semua isinya, termasuk para malaikat itu akan mati
kecuali siapa yang dikehendaki-Nya saja (QS. An-Naml:87), hanya Allah
sajalah satu-satunya dimensi Tertinggi yang kekal dan abadi (QS.
Al-Baqarah: 255).